Thursday, May 19, 2011

Munasabah Hati

Sahabat-Q, pernahkah sedikit saja ketika kesibukan merajai kita, pada saat itu pula kita mengingat-Nya dalam kelapangan hati? Sungguh rendah, ketika kita mencoba manafakurinya. Ketika aktifitas mengantri untuk dilaksanakan. Tugas-tugas berjubel, sementara waktu semakin sempit dan beribu satu aktifitas lainnya yang menyita pikiran, perhatian serta waktu kita. Bahkan waktu utama kita untuk dekat kepada-Nya saja menjadi nomor kesekian, bukan prioritas. Shalat. Kita pun lupa untuk saling mengingatkan, dengan teman, sahabat, bahkan orang tua kita yang dekat sekli dengan kita. Apakah ini seorang muslim dan muslimah yang dikatakan sebagai mujahid sholeh dan mujahidah sholehah? Apakah ini sorang muslim dan muslimah yang selalu memperjuangkan Islam? Bahkan dengan satu hal kecil saja kita sudah kalah dengan lemahnya diri? Pada saat sekarang kita sadar akan kelemahan kita, tapi apakah kesadaran itu membuat kita angkuh untuk tidak mengingatkan yang lain. Bukankah Rasul pun selalu memberikan apa yang terjadi padanya sebagai pelajaran bagi umatnya.
Sahabat-Q, pernahkah kita mengukur diri kita dengan apa yang telah kita targetkan sebelumnya? Target-target yang menjadi infestasi kita untuk melangkah. Manajemen waktu yang kita buat, sudahkah menjadi hal yang bermanfaat bagi orang lain? Ketika kita hanya melihat pada waktu yang kita butuhkan untuk diri kita, apakah kita teah membagi waktu itu menjadi waktu untuk dunia dan peradaban? waktu yang terus berjalan dan tak kan pernah berulang mundur sedetik pun. Manfaatkanlah waktu duniamu sahabat, untuk mempersiapkan mu pada hari berakhirnya dunia nanti dan waktu peradaban untuk memastikan langkahmu pada kehidupan Islam yang akan datang. 
 
Wahai Sahabat_Q, mari kita siapkan diri kita untuk terus berjuang dan memperbaiki diri kepada-Nya. kokohkan langkah kita dengan terus membimbing iman dan ilmu kita menuju ridha-Nya. Apalagi yang kita harapkan selain ridha-Nyadalam perjuangan kita? 
 
Sahabat-Q, sesungguhnya Allah menahanmu dari mendapatkan sesuatu, itu bukanlah karena Dia bakhil khawatir perbendaharaan-Nya atau menyembunyikan hakmu. Akan tetapi itu adalah karena Dia ingin kamu kembali kepada-Nya. Dia ingin memuliakanmu dengan tunduk pasrah kepada-Nya. Menjadikanmu kaya dengan fakir kepada-Nya. Memaksamu untuk bersimpuh dihadapan-Nya. menjadikanmu dapat merasakan manisnya ketundukan dari kefakiran kepada-Nya setelah merasakan pahitnya terhalang dari sesuatu. Agar kamu memkai perhiasan ubudiyah. Menempatkanmu dikedudukan yang tertinggi setelah kedudukan dilepas. Agar kamu dapat menyaksikan hikmah-Nya dalam qudrah-Nya. Rahmat-Nya dalam keperkasaan-Nya, kebaikan dan kelembutan-Nya dalam paksaan-Nya dan bahwa sebenarnya tidak memberinya adalah pemberian. Pelepasan dari-Nya adalah penguasaan. Hukum dari-Nya adalah pengajaran. Ujian dari-Nya adalah pemberian dan kecintaan. Dan dikuasakannya musuh-musuhmu atasmu adalah yang akan menggiringmu kepada-Nya.
Sahabat-Q, jadilah sahabat yang beriman ibarat benderang pelita, sahabat sejati seperti harum kesturi, sahabat sejati yang menjadi pendorong impian dan sahabat berhati mulia yang mambawa kita ke jalan-Nya.

Sahabat-Q, mari kita ambil waktu untuk bersahabat, karena itu adalah jalan menuju kebahagiaan. Ambillah waktu untuk memberi, karena itu akan membuat hidup lebih berarti, ambillah waktu untuk bekerja, karena itu adalah nilai keberhasilan. 
 
Sahabat-Q, ambillah waktu untuk berdoa, karena itu sumber ketenangan. Ambillah waktu untuk belajar, karena itu adalah sumber kebijaksanaan dan ambillah waktu untuk beramal, karena itu adalah kunci menuju surga.
Wahai Sahabat Q, hati adalah taman yang dimiliki Allah di muka bumi. Yang paling mencintai Allah adalah hati yang paling bersih, paling teguh dan paling lembut. Marilah kita benahi kembali taman di hati kita.
Sahabat Q, mari kita syukuri cinta ini dan jagalah ia karena-Nya. Karena cinta bukan menjadikan kita lemah, tetapi memberi kekutan. Cinta bukan menghinakan diri kita, tetapi menghembuskan kegagahan dan cinta bukan melemahkan semangat, tetapi menggelorakan semangat. Maka, hiasilah cinta itu dengan cinta-Nya, karena tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi, selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana.
Sahabat_Q, biarkan cinta kita tambatkan pada Allah. Karena tak pandai diri ini berlaku untuk rasa yang maha indah itu. Biarkan bait-bait cinta itu mewangi dalam hati, bukan di mulut, mata, atau telinga. Biarkan ia terjaga, karena cinta terlalu indah untuk dipuja. Karena diri terlalu lemah untuk menata rasa. Allah, ajari kami cinta. Cinta terindah dari Kau Sang Pemilik Cinta.
Sahabat Q, dalam kerendahan hati ada ketinggian budi. Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa dan dalam kesempitan hidup pada kekuasaan ilmu. Sahabat, Allah menguji keikhlasan dalam kesendirian. Allah memberikan kedewasaan ketika masalah-masalah berdatangan dan Allah melatih ketegaran dalam kesakitan.
Sahabat Q, Hanya ada satu pelita yang dapat kita pegang dan selalu menyala di mana-mana, yang tetap akan menerangi temapt jauh seperti menerangi tempat dekat. Itulah rasa cinta dan kasih sayang pada sesama.
Sahabat”Q”, marilah kita berdoa dan bermunajat kepada-Nya, Sang Penguasa Kehidupan. Karena Doa memberikan kekauasaan pada orang yang lemah, membuat orang yang tidak percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang ketakutan.
Wallahu'alam bi shawab

Agama Kristen Katolik

Prolog

Agama Kristen merupakan salah satu agama terbesar di dunia, yang mana agama Kristen ini beranggotakan lebih dari 800 juta umat manusia di muka bumi hingga masa kini.
Dalam sejarahnya yang telah berusia kurang lebih 2000 tahun lalu itu agama Kristen telah mengalami perkembangan dalam bentuk yang mengagumkan, ini bisa dilihat melalui suasana pada upacara Misa Agung dalam gereja Santo Petrus di Roma, hingga pada kecanggihan intelektual dan pengakuan dari orang-orang negro di Gerogia yang berucap seperti ini: “Tuhan, aku ingin menjadi pengikut Kristus” dari gereja Santa Paulus yang berada di London.
Namun,perlu di mengerti bahwasanya agama Kristen itu pada mulanya adalah satu, akan tetapi dengan adanya beberapa perbedaan, maka terdirilah menjadi dua, yaitu agama protestan & agama katolik.

Pokok pembahasan

Agama katolik ini mempunyai asal mu-asal pula. Yang mana berasal dari bahasa Yunani. Yang berarti καθολικός (katholikos). Yang artinya “Universal”. Dalam pengertian Kristen pula agama katolik mempunyai sejarah terendiri. Yang mana dalam istilah “gereja katolik” adalah berada dalam lingkungan uskup Roma, serta 22 gereja katolik timur. Bagi umat protestan, sebutan “gereja katolik” sering di sebut sebagai “gereja Amm” yang mana mengandung sebuah kepercayaan tentang Yesus kristus di seluruh dunia tanpa memandang dominasi.
Umat dari gereja Ortodoks timur, gereja Anglikan, dan gereja Lutheran, dan beberapa gereja metodis percaya bahwasanya gereja-gereja mereka adalah katolik, yang mana menurut mereka hal ini merupakan sebuah kesinambungan para rasul-rasul Tuhan. Baik itu gereja katolik maupun gereja Ortodoks merupakan suatu kepercayaan mereka bahwasanya gereja tersebut merupakan gereja yang asli atau universal dalam “kekristenan katolik”.
Selain hal itu pula para uskup di anggap sebagai gembala-gembala ke-Esaan dalam persekutuannya dalam hal gereja. Selain itu katolik merupakan salah satu dari empat ciri dari gereja. Ketiganya yaitu : Satu, Kudus, dan Apostolik.

Ajaran gereja katolik.
Gereja Katolik Roma pada umumnya menganut aliran pemikiran Amilenial, yang dikemukakan oleh Augustinus dari Hippo dalam karyanya "Kota Allah". Augustinus mengklaim sebuah penggenapan nubuat yang tidak harafiah. Umat Katolik dapat pula merujuk kepada Injil Matius 24:36; di sini Kristus mengatakan:
"Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri."
Sementara sebagian yang percaya akan penafsiran harafiah terhadap Alkitab menegaskan bahwa ramalan tentang tanggal-tanggal atau waktu itu sia-sia, dan sebagian penulis lainnya percaya bahwa Yesus meramalkan tanda-tanda yang akan menunjukkan bahwa “akhir zaman” sudah dekat. Sebagian dari tanda-tanda ini adalah gempa bumi, bencana alam, masalah-masalah di masyarakat, 'peperangan dan kabar burung tentang perang', dan bencana-bencana lain. Namun tentang kapan persisnya semua itu akan terjadi, ia akan datang “seperti pencuri di malam hari”.
Menurut Katekismus Gereja Katolik, iman Katolik mengenai "akhir zaman" dibahas dalam Pengakuan Iman.

Sejarah singkat gereja katolik Roma.

Awalnya, jemaat Kristen berada di bawah kepemimpinan besar lima daerah, yaitu Yerusalem, Antiokia, Aleksandria, Konstantinopel, dan Roma. Uskup Roma dikenal oleh 5 daerah sebagai "yang pertama", permasalahan dengan doktrin dan prosedur banyak mengambil Roma sebagai masukan pendapat. Kursi Roma merupakan kursi dari suksesor Santo Petrus yang mendapat julukan "Pangeran Para Rasul" sebagai tanda persatuan Gereja
Perpecahan-perpecahan besar dalam struktur Gereja sebagai lembaga tercatat sebagai berikut:
Seluruh grup di atas kecuali Protestan masih menyebut persekutuan mereka sebagai Katolik. Dewasa ini, semakin banyak Gereja-Gereja Timur yang kembali ke dalam persekutuan penuh dengan Roma, namun dengan tetap mempertahankan tata cara beribadah mereka. Kelompok ini dikenal dengan sebutan Gereja Katolik ritus Timur.
Doktrin ajaran agama katolik

Ketuhanan

Ada tiga ajaran yang fundamental dalam agama Kristen Khatolik yaitu : inkarnasi, penebusan, dan trinitas. Ajaran inkarnasi yaitu percaya, bahwa dalam tubuh Kristus itu Tuhyan memakai tubuh manusia, kepercayaan ini menyatakan, bahwa Kristus adalah manusia-Tuhan, yang sekaligus merupakan Tuhan yang seutuhnya. Berarti setengah manusia dan setengah Tuhan atau dalam beberapa hal ia bersifat manusiawi.1

Pandangan umat Islam tentang perjanjian lama

Secara umum telah diketahui bahwa Islam mengakui keberadaan kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi sebelum kehadiran Nabi Muhammad saw. Secara di antara kitab-kitab tersebut, adalah 3 kitab besar, yaitu Taurat, Zabur dan Injil (Misalnya dalam surat al Baqarah ayat 41 :


Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur'an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.

dan Surat Ali Imran ayat 184 :


Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mu'jizat-mu'jizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. ).

Dalam hal ini, ada hubungan khusus antara taurat & zabur, yang mana isi kedua kitab tersebut menyangkut perjanjian lama, namun jika di telusuri lebih lanjut, umat kristiani tidak terlalu percaya dengan adanya dua kitab tersebut beserta isi perjanjian lamanya, di karenakan telah ada kitab-kitab terdahulu sebelum itu, diantaranya kitab kejadian, kitab keluaran, kitab imamat, kitab bilangan, serta kitab ulangan.
C. PENUTUP
Demikian beberapa ajaran-ajaran kristen Katolik, perbedaan antara ajaran Islam kalau ajaran Islam ada ajaran akidah, syariah, dan akhlak, maka katolik menekankan dalam aspek ketuhanannya ialah Trinitas dan ajarannya adalah kasih sayang.


Daftar Pustaka
Huton Smith, Agama-Agama Manusia,Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, 2004
1 Huton Smith, Agama-Agama Manusia (Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, 2004), hlm384

Wednesday, May 18, 2011

kitab Sofwatut tafassir



A. Pendahuluan
Tafsir, istilah yang selalu melekat dalam sebuah proses atau hasil dari pembacaan manusia terhadap al-Quran. Tafsir yang sejak al-Quran diturunkan sudah dilakukan- dengan hal yang paling sederhana, praktis – pada ahirnya berkembang dengan pesat, seiring perkembngan pengetahuan dan zaman. Pada dasarnya kitab-kitab tafsir yang pada masa tertentu, merupakan penjawentahan dari pemikiran seseorang –dengan keahlian, kecondongan keilmuan tertentu- dan realitas social pada masa tersebut –problem kemasyarakatan yang ada-. Dengan sifat lokal dan temporal dari sebuah tafsir, maka dimungkinkan, produk penafsiran pada masa tertentu, belum tentu relevan dan sesuai dengan konteks diluar dimana tafsir tertuntu muncul, walau tafsir tersebut pernah menggema pada masanya. Asumsi lain, dimungkinkan juga tafsir pada masa tertentu, masih relevan dan tetep digunakan, tentunya dengan kapasitas yang lebih kecil.

Pada konteks sekarang, banyak juga produk tafsir yang masih menukil, sepaham dengan tafsir-tafsir klasik, dan dilakukan juga penambahan-penambahan. Hal tersebut bisa ditemukan dalam kitab tafsir kontemporer, misal saja Safwatu Tafasir karya Ali Ash-Shabuni. Kitab ini, merupakan kumpulan dari inti tafsir-tafsir terdahulu, memang tidak ada salah menukil pendapat dari kitab-kitab kalsik, namun apa hal tersebut perlu dilakukan jika suatu pemahaman sudah tidak relevan dengan konteks kekinian. Terlepas dari hal tersebut, pemakalah ingin menyoroti bagaimana metodologi penafsiran Ali Ash-Shabuni dalam karyanya tersebut. Dan sebagaimana disebut dalam muqaddimah tafsirnya, “ Tafsir al-Quran al-Karim Jami’ baina Ma’tsur wa Ma’qul ” pemakalah ingin mendeteksi antara yang Ma’tsur wa Ma’qul dan problematikanya.
B. Pembahasan
1. Biografi
Muhammad bin Ali bin Jamil Ash-Shabuni, nama lengkap beliau, yang lebih populer dengan sebutan Ali Ash-Ashbuni Beliau lahir di kota Helb Syiria pada tahun 1928 M. seorang pemikir baru dalam bidang tafsir al- Qur’an1. Merampungkan program magisternya di universitas Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan dalam Islam pada tahun 1954 M. Ia adalah Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Dirasah Islamiyah pada universitas Ummul Qura’ di Makkah Al- Mukarramah.2
Menurut penilaian Syeikh Abdullah Khayyat, khatib Masjidil Haram dan penasehat kementrian pengajaran Arab Saudi, ash- Shabuni adalah seorang ulama yang memiliki banyak pngetahuan, salah satu cirinya adalah aktivitasnya yang mencolok dalam bidang ilmu dan pengetahuan, Ia banyak menggunakan kesempatan berlomba dengan waktu untuk menelurkan karya ilmiahnya yang bermanfaat dengan member konteks pencerahan, yang merupakan buah penelaahan, pembahasan dan penelitian yang cukup lama. Dalam menuangkan pemikirannya, Ash-shabuni tidak tergesa-gesa, dan tidak berorientasi mengejar banyak karya tulis, namun menekankan segi ilmiah ke dalam pemahaman serta aspek-aspek kualitas dari sebuah karya ilmiah, untuk mendekati kesempurnaan dan segi kebenaran.
Karya pertamanya berjudul Rawa’i al- Bayan Tafsir Ayat al- Ahkam min al-Qur’an dan lenih dikenal dengan Tafsir Ayat Ahkam. Adapun karyanya yang lain yaitu: Ikhtisar Tafsir Ibnu Kasir, Al-Tibyan fi Ulumil Qur’an dan tentunya Shafwatu Tafasir.
2. Deskripsi Kitab Safwatu Tafasir
Menyinggung alasan penamaan kitabnya dengan Shafwatu Tafasir beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah at-Tafasir karena memuat inti dari kitab-kitab tafsir besar yang aku susun lebih ringkas, tertib, mudah, jelas, dan lugas “.Tafsir-tafsir besar yang beliau ambil sebagai rujukan, seperti tafsir at-Thabari, tafsir Kasyaf karya Zamakhsyari, Tafsir Qurthubi, Tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Bahrul Muhith karya Abi Hayyan, juga dari beberapa kitab tafsir lain dan buku-buku ulumul Qur’an. Sehingga tidak berlebihan jika beliau menyebutnya sebagai kumpulan tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul.3
Dalam muqadidimah beliau mengatakan “aku merampungkan penulisan kitab ini selama lima tahun siang dan malam. Dan aku tidak menulis sesuatu dalam kitab tafsir ini kecuali setelah aku benar-benar membaca apa yang ditulis ulama-ulama tafsir pada kitab mereka. Sekaligus meneliti dengan sungguh-sungguh supaya aku bisa menilai mana diantara pendapat mereka yang paling benar lalu aku mengunggulkannya”.4
3. Metodologi Penafsiran
Sebuah karya ilmiah, tentunya mempunyai metodologi yang jelas. Dalam konteks ini, Ali ash-shabuni membangun metodologi dalam menafsirkan al-Quran. Adapun metode yang diterapkan As-Shobuni dalam tafsirnya:5
1. Di mulai dengan penjelasan secara global kandungan surat dan penjelasan serta pokok-pokok ajaran yang terkandung di dalamnya.
2. Menjabarkan hubungan (munasabah) antar ayat sebelum dan sesudahnya
3. Pembahasan tentang hal yang berhubungan dengan bahasa, seperti akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat yang diambil dari ungkapan orang arab.
4. Pembahasan tentang Asbab an-Nuzul
5. Pembahsan tentang tafsir ayat
6. Pembahasan ayat dari segi Balaghohnya
7. Penjelasan faida-faidah yang bisa dipetik dari suatu ayat
Namun perlu digaris bawahi bahwa tidak semua tujuh tahapan diatas diterapkan dalam penafsirkan beliau atas al-Quran. Mengingat hal tersebut memang tidak mungkin dilakukan, misal saja poin pertama, hanya berlaku pada awal surat saja, jika diawal surat beliau menerangkan kandungan surat tersebut secara global, hal itu tidak terjadi pada pertengahan atau ahir surat. Poin ke dua, yakni masalah munasabah tidak dilakukan pada awal surat. Begitu juga pada poin ke empat, masalah asbab nuzul, mengingat tidak semua ayat al-Quran mempunyai asbab nuzul.
Dalam menafsirkan ayat al-Quran beliau tidak terpaku dengan sepotong ayat, dengan artian bahwa beliau menafsirkan ayat perayat. Akan tetapi mengumpulkan beberapa ayat yang mungkin masih berkaitan secara perkataan. Oleh karena itu tidak ada ketentuan yang jelas mengenai hal tersebut, terkadang tercakup 4 ayat, 10 ayat.

4. Contoh Penafsiran
يوصيكم الله فى أولادكم.. إلى .. يدخله نارا خالدا فيها وله عذاب مهين ] من آية (11) إلى نهاية آية (14).6
Munasabah
Pada ayat sebelumnya menerangkan tentang anak yatim, termasuk juga hak kerabat secara global. kemudian diiringi dengan hukum pembagian waris secara mendetail, sebagai penjelas terhadap penjelasan yang global. Setelah itu ditetapkan bagian angka laki-laki dan perempuan, ayah dan ibu, suami istri, saudara laki-laki dan perempuan.
Bahasa
يوصيكم : wasiat, yakni janji atas sesuatu dan melakukannya.
فريضة : kewajiban atau ketetapan Allah
كلالة : orang laki-laki yang meninggal, yang tidak mempunyai ayah dan anak, atau tidak mempunyai al-asl (ayah) dan al-far’ (anak). Kalalah itu musytaq yang bermakna lemah (dhaif).
حدود الله : ketetapan dan keputusan-Nya yang tidak boleh dilampaui.
Asbab Nuzul
روي أن امرأة " سعد بن الربيع " جاءت رسول الله (ص) بابنتيها فقالت : يا رسول الله هاتان ابنتا (سعد بن الربيع) قتل أبوهما معك بأحد شهيدا ، وإن عمهما أخذ مالهما فلم يدع لهما مالا ولا تنكحان إلا بمال فقال (ص) يقضي الله فى ذلك ، فنزلت آية المواريث [ يوصيكم الله فى أولادكم ] الآية فأرسل رسول الله (ص) إلي عمهما أن أعط ابنتي سعد الثلثين ، وأمهما الثمن ، ومابقي فهو لك
Diriwayatkan bahwa istri said bin rabih menghadap Rasulullah, dan berkata: ya rasulullah kedua putri ini anak said yang menyertai perang uhud bersama nabi dan mati syahid. Paman kedua anak ini mengambil harta bendanya dan tidak meninggalkan sediktpun, sedang kedua anak ini sulit mendapatkan jodoh jika tidak mempunyai harta, rasulullah akan memutuskan hal itu, maka turunlah ayat hukum pembagian waris.
Tafsir
Allah memrintahkan untuk bertindak adil dalam melakukan pembagian waris, kepada anak laki-laki mendapatkan warisan seperti bagian dua anak perempuan,

Balaghah
Ayat ayat diatas mengandung beberapa bagian badi’, antara lain:
الطباق pada kata [ الذكر والانثى ] [ ومن يطع ومن يعص ] [ اباؤكم وابناؤكم.
الاطناب pada kalimat [ من بعد وصية توصون بها او دين ] [ من بعد وصية يوصين بها او دين ]
جناس الاشتقاق pada kalimat [ وصية يوصى ]
المبالغة pada kalimat [ عليم ، حليم ]
Faidah
[ يوصيكم الله في اولادكم ] sebagian ulama berpendapat bahwa Allah mengasihi ibu yang melahirkan anaknya.


C. Kesimpulan

Dengan adanya keterangan diatas, maka jelaslah bahwasanya Ali ash-shabuni merupakan salah satu peneliti bidang tafsir yang sangat popular dalam mengkaji kitab-kitabnya, terutama kitab Sofwah at-tafassir ini. Yang mana di dalam kitab ini merupakan kitab yang lebih ringkas dari pada kitab-kitab besar sebelumnya. Serta memuat berbagai contoh tafsir-tafsir yang ada di dalam kitab ini, sebagai contoh, analisa tentang bahasa, akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat. Serta terdapat pula contoh-contoh lain seperti hak waris, dan orang-orang yang pantas untuk mendapatkan waris dari orang yang di tinggal.
Dengan demikian, maka Ali-as shabuni mempunyai peranan penting dalam kajian tafsir yang telah ada selama ini, khususnya kitab Sowfah at-tafassir. Dan selain lebih ringkas dari pada kitab-kitab besar sebelumnya tentunya di lengkapi dengan penjelasan dari segi balagoh dari ayat-ayat tersebut. Agar penjelasan tersebut dapat menghasilkan suatu karya yang baik untuk di jadikan panutan bagi seliruh umat muslim sebagai penerusnya. Serta yang lebih spasifiknya kehadiran kitab ini dapat menjadikan contoh bagi dunia keilmuan Islam agar lebih menambah wawasannya demi kelangsungan dakwah Islam di masa mendatang.



Daftar Pustaka

Shabuni Ali, Sofwatu at-tafassir, Beirut,Dar Ihya At Turas,1996
Yusron Muhammad dkk,Study Kitab Tafsir Kontemporer,Teras, Yogyakarta,2006


Monday, May 9, 2011

Fazlul Rahman

Pendahuluan


Para pemikir muslim saat ini telah banyak menyumbangkan pemikiran-pemikirannya terutama dalam hal perjuangan dalam mengembangkan agama Islam. Dan dengan adanya pemikiran-pemikiran tersebut, maka para intelektual muslim semakin hari akan semakin bertambah seiring dengan adanya perluasan-perluasan ilmu pengetahuan yang mereka ciptakan sesuai dengan kemajuan ilmu-ilmu yang ada di dunia ini. Seperti halnya para pemikir-pemikir lainnya, fazlul rahman pula merupakan salah satu dari para pemikir-pemikir Islam yang ada di masa tersebut. Dan kiprahnya di dalam pengembangan pemikiran serta ilmu-ilmu lainnya sangat membantu dalam meningkatkan mutu ilmu pengetahuan Islam agar terciptanya suatu jendela keilmuan Islam yang pada nantinya akan dapat di manfaatkan oleh generasi-generasi selanjutnya.


Biografi Fazlul Rahman


Fazlul Rahman Malik(Rahman) ini lahir pada tanggal 21 setember 1919 di wilayah anak benua Indo-Pakistan, atau yang sekarang lebih di kenal dengan barat laut Pakistan1. Dan perlu di ketahui pula wilayah ini telah banyak melahirkan beberapa ilmuan-ilmuan penting lainnya seperti: Muhammad Iqbal, Sir ali, dan Ahmad Khan. Rahman sendiri di besarkan dalam ruang lingkup keluarga yang taat beragama, serta selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama, baik itu yang bersifat wajib maupun yang bersifat sunnah. Ayahnya pun tak henti-hentinya mengajarkan pelajaran agama yang baik terhadap Rahman, sehingga tak heran pada usia sepuluh tahun ia dapat menghatamkan qur’an dengan cara menghafalnya. Serta yang tak kalah pentingnya, ia di besarkan dengan sebuah keluarga dengan mazhab hanafi, yang mana mazhab ini lebih mengutamakan rasio (ra’yu) dari pada mazhab Sunni lainnya.
Sepak terjang pendidikan rahman pun berfariasi, di mulai pada tahun 1933 yang mana ia meneruskan studinya ke Lahore dan selesai pada tahun 1940,kemudian dalam studinya ini ia mempunyai gelar B.A dalam pendidikan bahasa Arab di Punjab.kemudian setelah itu, Rahman meneruskan studinya di tahun yang sama pada kala itu. Kemudian, pada tahun 1946, Rahman pula berangkat ke Oxford University untuk melanjutkan studinya di bawah bimbingan Prof.S Van Den Berg & H.A.R Grips. Dan hasilnya, ia pun dapat lulus pada tahun 1949 dengan Desertasi tentang Ibnu Sina.2 Kemudian setelah lulus pada tahun 1949, Rahman tak pulang ke negrinya, Pakistan. Namun ia mengajar di Oxford University selama beberapa tahun hingga ia menulis karyanya dengan judul Prophecy in Islam.
Kemudian pada era 1960-an, Fazlul Rahman pulang ke negrinya,Pakistan lalu ia menjabat sebagai Ketua Lembaga Riset Islam pada masa itu, kepulangannya ke negrinya tersebut atas permintaan oleh Ayyub Khan. Akan tetapi kepemimpinan Fazlul Rahman dalam memimpin kelembagaan Riset itu banyak menemukan kendala-kendala atau kesulitan-kesulitan. Sebagai contohnya: ada beberapa-beberapa ide yang di berikan oleh Rahman yang tidak di sepakati oleh para alim ulama pada waktu itu di karenakan ide-idenya tersebut mengandung unsur Barat dan tidak sesuai dengan pola fikir ulama pada masa itu, hingga akhirnya Fazlul Rahman pindah ke Amerika untuk menetap di sana. Kemudian di Amerika Rahman menetap di University Of California dan langsung di angkat menjadi Guru Besar di sana. Dan dari sini pula Rahman mengembangkan karya-karyanya seperti mengajar Ilmu Tasawwuf, Pemahaman Al-qur’an, Ahlaq, dan yang lainnya.
Dan pada era 80-an, kondisi Rahman, mulai terganggu. Hal ini di sebabkan karena Rahman mengidap penyakit kencing manis & jantung. Akan tetapi keinginannya untuk menulis tetap besar pada masa itu, hingga akhirnya pada tanggal 26 juli 1988 Fazlul Rahman menghembuskan nafas yang terakhir kalinya di Rumah Sakit Chicago Amerika Serikat dalam usia 69 tahun.3


Pemikiran Fazlul Rahman


Adapun dalam pemikiran-pemikiran Fazlul Rahman, terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1.Periode Pembentukan
2.Periode Perkembangan
3.Periode Pematangan
Periode Pembentukan.
Dalam periode Pembentukan ini, Rahman menulis 3 karyanya, yaitu:
Avecinna’s Psycology, Avicinna De anima Being The Pscicological Part Of Kitab al-Shifa,Prophecy in Islam: Philosophi & Orthodoxy.
Dalam pembentukan karya-karya ini,Rahman mempunyai alasan-alasan khusus, yaitu terdapat rasa prihatin & kekecewaannya terhadap para ilmuan muslim yang kurang berminat terhadap doktrin-doktrin kenabian. Hal ini dapat di lihat mengenai isi buku yang terdapat di dalam judul Aveccina’s psychology. Dan dalam buku ini berisikan mengenai doktrin intelektual yang di bahas oleh Al-farabi & Ibnu Sina. Serta di dalam buku ini di tuliskan mengenai pandangan kedua filosof ini tentang wahyu-wahyu kenabian pada tingkat intelektualitas. Dan di jelaskan pula oleh keduanya tentang doktrin mukjizat & doa, serta konsep dakwah & syari’ah menurut keduanya.


Periode perkembangan


Dalam periode ini pula fazlul rahman menuliskan karya-karyanya, antara lain Islamic Metodology in History, dan Islamic Studies. Dalam Islamic methodology & history ini Rahman mengemukakan tentang konsep sunnah, Ijma’, & ijtihad pada kaum muslim. Serta dalam buku tersebut di jelaskan bahwasanya dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran otoritas sunnah nabi menjadi sunnah yang hidup dan akhirnya menjadi hadist. Kemudian dalam buku Islamic studies tersebut, bersikan mengenai perkembangan Islam hingga abad ke-14. Dan saran-saran agar perkembangan Islam semakin baik dari hari-ke hari.


Periode Pematangan


Dalam periode ini pula terdapat karya-karya Fazlul rahman, antara lain:
Philosophy Of Mulla Sadra Shirazi. Isi dalam buku ini antara lain merupakan sanggahan bahwasanya filsafat Islam telah mati & di serang oleh Al-ghazali.
Major Themes of Qur’an. Isi dalam buku ini ialah mengenai 8 pokok tema Al-qur’an, yaitu: Tuhan, manusia, alam semesta, kenabian & wahyu, setan, kejahatan, dan lahirnya masyarakat muslim.4
Islam and Modernity: Transformation of an Intelektual Tradition. Dalam buku ini di tuliskan mengenai pendidikan Islam dalam konsep sejarah Al-qur’an. Dan al-qur’an sendiri sebagai kriteruim penilainya.5
Health and Medicine in Islamic Tradition. Isi dari buku ini ialah bahwasanya islam sebagai suatu ajaran agama untuk mengobati manusia, dalam hal ini di jelaskan pula bahwasanya agama Islam menunjukkan adanya sebuah petunjuk untuk pengobatan dalam jiwa manusia. Tentunya dengan di dasari oleh teks-teks Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad S.A.W


Epistemologi & Metodologi Pemikiran Fazlul Rahman


Epistemology yang di paparkan oleh fazlul rahman ini lebih berorientasi pada pengetahuan, yang mana pengetahuan menurut Rahman, merupakan suatu proses seseorang yang semula tak tau menjadi tau akan sesuatu tersebut. Dan pengatahuan tersebut lebih dapat di peroleh dari proses learning, thinking, atau experience. Kemudian, menurut fazlul rahman pengetahuan di bagi menjadi tiga macam, antara lain: pengetahuan yang di peroleh dari sebuah observasi, Pengetahuan yang akan selalu berkembang dari waktu ke waktu, serta pengetahuan yang mempunyai satu kesatuan. Perlu di ketahui pula, pegetahuan pun mempunyai beberapa sumber-sumber menurut Fazlul Rahman, yaitu: Alam, Manusia,serta sejarah. Yang mana dalam mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, di perlukan beberapa pokok-pokok atau tahapan-tahapan tertentu, dengan harapan agar usaha untuk mengkaji sebuah penetahuan dapat mendapatkan hasil yang maksimal


Selain Epistemologi, rahman pula membagi metodologinya dalam beberapa macam:
1.Metode Kritik Sejarah
2.Metode Penafsiran Sistematis
3.Metode Gerakan Ganda




Metode Kritik Sejarah


Dalam Persfektif ini, fazlul rahman mengambil langkah yaitu metode kritik sejarah. Dan banyak pula ilmuan-ilmuan terdahulu yang menggunakan metode ini, seperti halnya: William Montgomory Watt. Dan William ini mengambil metode ini di karenakan ingin mengambil nilai-nilai objektif dari sejarah tersebut serta mencari nilai-nilai tertentu yang berada di dalamnya. Kemudian dalam hal ini Fazlul rahman menegaskan bahwasanya metode ini merupakan pengungkapan nilai-nilai data yang terkandung dalam sejumlah data sejarah, bukan peristiwa sejarah itu sendiri.
Metode Penafsiran Sistematis
Fazlul Rahman pula membagi metode ini menjadi 3 bagian6,
Pertama: pendekatan segi historis ayat alqur’an yang di sesuaikan dengan perjuangan nabi
Kedua : membedakan ketetapan legal & tujuan Al-qur’an
Ketiga : membedakan & memaknakan Al-qur’an sesuai dengan maksud sosiologisnya.
Maka dengan adanya tiga cara tersebut Rahman mengatakan bahwasanya konteks Al-qur’an harus di sesuaikan pula dengan segi sosiologis seseorang pula dalam memahaminya. Hal ini di maksudkan agar tidak adanya sebuah kekeliruan yang terjadi dalam memahami sebuah ayat Al-qur’an. Dengan demikian, maka jika adanya pendekatan sosiologi antara ayat Qur’an dengan manusia, maka akan terjadinya suatu pemahaman yang sejalan antara FIrman Allah dengan pemikiran manusia itu sendiri.


Metode Gerakan Ganda


Yang di terapkan dalam pemahaman Rahman ialah bagaimana mengaplisasikan persoalan di masa sekarang kemudian lalu berkaca pada Al-qur’an di turunkan lalu di tarik kembali pada situasi zaman sekarang. Maka tak Jarang gerakan ini di sebut dengan “Double Movement”, yang artinya suatu gerakan ganda. Kemudian, jika kita melihat sejenak berbagai kejadian-kejadian di masa sekarang tentunya akan menemukan solusinya di dalam ajaran Al-qur’an. Akan tetapi hal ini harus di maknai secara mendalam. Agar dalam pemahaman Al-qur’an natinya akan menemukan jalan keluar sebagaimana yang di harapkan. Serta dalam metodologi ganda pula selain menemukan penjelasan Al-qur’an terhadap penyelesaian suatu masalah, maka di butuhkan pula alur pemikiran yang searah, hal ini di maksudkan agar persoalan-persoalan yang hadir di masa modern dapat di akumulasikan pada konteks ayat Al-qur’an yang ada.


Contoh Penafsiran Fazlul Rahman


Dalam hal ini terdapat contoh penafsiran fazlul rahman dalam mengapliasasi berbagai topiknya, yaitu Iman & Islam.
Iman sendiri menurut rahman ialah: percaya/belief, atau mempercayai. Sedangkan kata iman berasal dari kata “amana” yang mempunyai arti yaitu: merasa aman dalam diri sendiri. Dalam konteks ini kata iman disamakan dengan kata “mutmain”. Yaitu merasa lega & puas dalam dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat di dalam surah An-nahl ayat 112, yang berbunyi:




(112). Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.

Dan selain dari ayat tersebut, Iman juga dapat di artikan sebagai aman dari bahaya. Sebagaimana yang di jelaskan oleh surah An-nisa:83 yang artinya; Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
Hal inilah yang menjadikan kata Iman menjadi aman, atau terhindar dari segala sesuatu yang berbahaya, dan dengan analisis diatas, bahwasanya fazlul rahman mengatakan bahwasanya rasa iman biasanya akan muncul dalam jiwa manusia jika di dalam hatinya telah tercipta suasana aman & damai. Maka setelah melihat konsep diatas, maka Rahman membagi jenis keimanan manjadi 2 macam:
1.Iman merupakan suatu hal yang tak tergoyahkan dalam jiwa manusia. Ia bahkan tidak sama dengan pengetahuan dan bahkan tidak membutuhkan ilmu pengetahuan. Dan alqur’an pula tidak menjamin jika seseorang yang mempunyai pengetahuan, belum tentu di dalam hatinya ia memperoleh keimanan. Dan jika ia belum mempunyai keimanan dalam hatinya, yang ada hanyalah ia akan selalu mengikuti hawa nafsunya yang selalu ingin mendapatkan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya.
2.Iman harus bermuara menjadi tindakan. Contohnya dengan melakukan amal shalih. Karena dengan melakukan amal shalih di sertai dengan tindakan, maka pada nantinya akan menjadikan hatinya menjadi tentram & terkontrol dalam melaksanakan segala sesuatunya.7
Kemudian, setelah menjelaskan Iman, rahman pula menjelaskan menjelaskan tentang arti dari Islam.
Islam menurut Fazlul Rahman merupakan asal kata dari kata”s-l-m” yang berarti merasa aman, utuh, dan tentram. Dan kata silm ada di dalam surah Al-baqarah:2 yang mempunyai arti damai. Sedangkan kata salam di dalam surah Az-zumar pula memiliki arti utuh. Maka secara garis besarnya, Islam mempunyai beragam makna, yaitu damai, utuh, dan tentram. Dan menurut Rahman, ada dua hal yang layak di perhatikan dalam Islam ini, antara lain:
1.Islam itu mempunyai hubungan khusus dengan Iman. Karena secara tidak langsung hubungan antara dua elemen ini saling bergantung antara satu dengan yang lain. Dan Rahman pula mengatakan bahwasanya konsep Iman & islam pada dasarnya ialah sama. Hal ini banyak di jelaskan dalam ayat-ayat qur’an, antara lain: Al-imran ayat 53, 54, Al-maidah ayat:11, serta surah Al-Qasas ayat 52 & 53.
2.Islam merupakan suatu pengejantawahan yang konkrit, dan teroganisasi dari Iman, melalui suatu komunitas normatif. Dengan kata lain, Islam merupakan eksresi dari Iman dan kemunitas muslim merupakan suatu bentuk yang terorgranisir dari ekspresi tersebut. Maka wajarlah jika suatu keimanan yang konkrit tanpa di sertai suatu komunitas merupakan hal yang mustahil. Dengan kata lain, jika keimanan itu muncul, haruslah di sertai dengan komunitas-komunitas yang sama dengan maksud & tujuannya pula, agar dapat membentuk suatu komunitas yang baik & mempunyai arah serta tujuan yang sama.
Maka,setelah melihat dari penjelasan diatas,akan terlihat bagaimana hubungan antara Iman & Islam layaknya suatu hubungan yang tak dapat di pisahkan antara satu dan lainnya. Karena hal ini sangat penting dalam menciptakan suatu hubungan ketaatan antara Sang Khalik dengan Hambanya. Serta, jika kedua elemen tersebut dapat di lakukan dengan penuh kesungguhan hati, akan membawa jiwa manusia dalam suatu rung lingkup yang taat & selalu menjalankan perintah Tuhan dengan Ihlas & ridha.


Kiprah Fazlul Rahman Dalam Pendidikan Islam di Indonesia


Pendidikan menurut Rahman merupakan suatu hal yang sangat penting, mengingat suatu keilmuan akan mengalami suatu perkembangan dengan cepat dan tentunya mengikuti pergerakan zaman tersebut. Kemudian dalam sektor pendidikan Islam, Rahman mengatakan bahwasanya sekolah-sekolah yang berbasis keislaman, harus di imbangi dengan keilmuan-keilmuan yang mencakup seluruh dimensi-dimensi. Baik itu yang mencakup ideology, maupun yang mencakup ilmu pengetahuan. Karena secara tidak langsung di antara dua ciri tersebut akan menjadikan kepribadian manusia akan selalu berfikir & menciptakan sesuatu pembaharuan.
Kemudian, selain itu pula Rahman mengatakan bahwasanya di zaman sekarang ini telah terjadi pemisahan Ilmu pengetahuan, yang mana ilmu agama(tradisional) telah terpisah jauh dengan ilmu modern(Sekunder). Jika kita berbalik sejenak pada pemikir-pemikir zaman dahulu hal seperti ini tidak ada, maka tak jarang pada masa-masa terdahulu seorang ilmuan yang basic intinya agama, iapun sanggup untuk mengerjakan matematika, kedokteran, ilmu astronomi(perbintangan), atau bahkan sosiologi. Akan tetapi jika kita kaitkan dengan realita yang ada, maka yang tampak hanyalah satu ilmuan dengan satu keahlian yang ia punyai semata. Yaitu basic profesinya itu sendiri.
Selain itu pula, Rahman menegaskan bahwasanya Perguruan Tinggi sangat berpengaruh dalam terciptanya generasi-generasi masa depan suatu Negara, maka peran Perguruan Tinggi disini pada nantinya akan menjadi batu loncatan bagi seluruh calon-calon pemikir-pemikir muda berbakat dalam mengeksplorasi ide-idenya dalam kemajuan suatu bangsa. Dan yang menjadi harapan oleh Rahman disini ialah dengan mengedepankan potensi-potensi yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi-Perguruan Tinggi yang telah ada di Indonesia, khususnya Perguruan Tinggi Islam. Yang mana peran perguruan tinggi Islam ini pada nantinya akan memberikan solusi untuk berbagai problem yang telah dimiliki oleh manusia.
Serta yang tak kalah pentingnya disini, bahwasanya selama ini Perguruan Tinggi Islam banyak di kesampingkan kwalitasnya dari pada Perguruan Tinggi umum yang pada hakikaknya, ingin bersama-sama membangun bangsa agar menjadi bangsa yang maju. Dan hal ini lah yang menjadikan potensi perguruan tinggi islam menjadi lambat dan terkesan kurang mencapai targetnya. Padahal menurut Rahman sendiri bahwasanya suatu ilmu pengetahuan apabila tak di landasi dengan konsep keimanan, akan menjadi kacau dan tak terarah nantinya. Dan yang akan timbul nantinya ialah para pemikir-pemikir modern yang bebas mengeksperiment pemikirannya akan tetapi ia tak memikirkan adanya norma agama-agama atau peraturan agama yang membatasi pemikirannya tersebut.8
Dengan demikian, maksud dari pengembangan perguruan tinggi islam di Indonesia ini mempunyai suatu misi yaitu ingin menjadikan segala keilmuan modern menjadi lebih maju, akan tetapi proses tersebut di sisipkan ajaran-ajaran islam yang mempunyai suatu tujuan, yaitu menciptakan generasi-generasi kontemporer akan tetapi tetap mempunyai jiwa sebagai seorang muslim. Dan secara langsung pula, pada nantinya di dalam jiwa mahasiswa itu sendiri akan tercipta suatu watak-watak islami yang menjadikan dirinya berguna bagi dirinya sendiri maupun masyarakat sekitarnya. Dan jika ia berhasil dalam menempuh cita-citanya, ia akan tetap menanamkan prinsip-prinsip islam dalam dirinya dan mengembangkannya sesuai dengan kemajuan ilmu-ilmu yang dimilikinya.Dengan demikian, maka secara keseluruhan, Fazlul Rahman mempunyai berbagai cara-cara untuk mengangkan kembali minat-minat pendidikan di Indonesia, antara lain:
  • Membangkitkan kembali ideology-ideologi pengetahuan dan meningkatkan mutu pembelajaran,
  • Menggabungkan antara keilmaun agama dengan keilmu umum menjadi satu, lantaran agar dapat menjadikan keduanya menjadi salah satu hal yang tak dapat di pisahkan dari kehidupan semata
  • Menyadari akan pentingnya bahasa, karena bahasa merupakan sarana terpenting di dalam ilmu pengetahuan, kemudian mengembangkannya menjadi alat komunikasi & alat pemblajaran sehari-hari
  • Membiasakan diri untuk tidak menghafalkan sesuatu, tetapi memahaminya. Yang mana dengan memahami suatu ilmu pengetahuan, akan memudahkan jiwa manusia untuk mengamalkannya dalam kesehariannya.






Kesimpulan


Dari segenap penjelasan diatas, maka Fazlul Rahman merupakan salah satu intelektual muslim yang banyak menyumbangkan buah pemikirannya demi kemajuan umat Islam dalam konteks zaman modern ini. Hal ini tampak dalam proses pemikirannya yang akumulatif & sistematis dalam menghadapi sebuah persoalan yang di hadapinya. Epistemiloginya pun patut di banggakan mengingat adanya observasi-observasi yang di lakukan Rahman dalam melakukan sebuah penelitian.
Selain itu pula,peran Fazlul Rahman dalam pendidikan sangat penting dalam upayanya demi mewujudkan generasi-generasi muslim yang berilmu tinggi. Namun, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dalam jiwa mereka. Agar posisi keilmuan yang di peroleh dalam suatu pengetahuan akan tetap berlandaskan iman, bukan berlandaskan ideology yang semata-mata hanya akan mengandalkan hawa nafsunya belaka.
Serta,dalam contoh penafsiran antara Iman & Islam pula, Rahman membedakan antara keduanya, yaitu Iman, yang mana mempunyai suatu makna yaitu, aman di dalam diri sendiri, dan Islam di maknakan dengan damai & utuh. Sehingga secara tidak langsung dua elemen ini tak dapat di pisahkan antara satu dan lainnya. Dan di ibaratkan dua pokok ini merupakan ‘’paket” untuk menjadi pribadi muslim yang utuh & tetap berlandaskan keimanan. Sehingga dalam pelaksanaan dalam kehidupannya nanti, akan menjadikan diri seorang muslim ini, kepribadian yang mempunyai intelektual tinggi namun, tetap berlandaskan keimanan & kecintaannya pada agamanya.












Daftar Pustaka


Alparslan Acikgenc,”The Thinker of Islamic Revilval and Reform:Fazlul Rahman Life and Thought(1919-1988) in Jurnal of Islamic Research,New York,1990
Deny Frederick Matewson,”The Legacy of Fazlul Rahman”, Vyonne Yazbeck Haddad,(ed),Oxford University Press,New York,1993
Mumtaz Ahmad,”In Memoriam Proffessor Fazlul Rahman”,The American Journal of Islamic Science,New York,1988
Rahman Fazlul ,Islam & Modernity,Transformation Of an Intellectual Tradition,The University of Chicago Press,Chihago,1982


Dr.sutrisno,Fazlul Rahman Dalam Kajian Terhadap Metode,Epistemologi,Dan System Pendidikan,Pustaka Pelajar,2005.

Sunday, May 1, 2011

Tafsir adabil Ijtima'i

PENDAHULUAN

Abad ke-19 dunia Islam mengalami masa suram, terus-menerus merosot, terbelakang dan banyak Negara muslimin yang sedang menghadapi pendudukan asing. Pada masa itulah muncul seorang pemimpin Jamaluddin al-Afghani, mengumandangkan seruan untuk membangkitkan muslimin. Muridnya yang pertam yang mengikuti jejaknya ialah Syaikh Muhammad Abduh. Dia yang mengajar pembaharuan dalam berbagai prinsip dan pengertian Islam. Ia menghubungkan ajaran-ajaran agama dengan kehidupan modern, dan memebuktikan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan dengan peradaban, kehidupan modern serta apa yang bernama kemajuan.[1]Maka dari itulah lahirlah kitab-kitab tafsir yang tidak memberikan perhatian khusus kepada segi-segi dan sisi-sisi kajian seperti nahwu, istilah-istilah dalam balaghah,bahasa, dll. Perhatian pokok dari kitab-kitab tafsir ini adalah memfungsikan al-Qur’an sebagai kitab hidayah dengan cara yang sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan makna-maknanya yang bernilai tinggi, yaitu member peringatan dan kabar gembira., oleh karena tafsir yang bermanfaat bagi ummat Islam adalah tafsir yang menjelaskan al-Qur’an dari segi bahwa ia adalah kitab yang berisi ajaran-ajaran agama yang menunjukkan kepada manusia cara untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[2]
Corak ataupun model penafsiran tersebut di kenal dengan nama al-Laun al-Adaby al-Ijtima’I. Dan salah satu kitab tafsir yang bercorak seperti ini adalah tafsir al-Manar yang merupakan hasil karya dari dua tokoh yang mempunyai hubungan guru dan murid, yaitu Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid Muahammad Rasyid Ridha.

PENGERTIAN

Kata al-adaby dilihat dari bentuknya termasuk mashdar (infinitif) dari kata kerja (madhi) aduba, yang berarti sopan santun, tata krama dan sastra. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh karena itu, istilah al-adaby bisa diterjemahkan sastra budaya. Sedangkan kata al-ijtima’iy bermakna banyak bergaul dengan masyarakat atau bisa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi secara etimologis tafsir al-adaby al-Ijtima’i adalah tafsir yang berorientasi pada satra budaya dan kemasyarakatan, atau bisa di sebut dengan tafsir sosio-kultural.[3]
Corak tafsir al-Adaby al-Ijtima’I adalah corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit masyarakat atau masalah-maslah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar. [4]

Jadi, corak penafsiran al-Adaby al-Ijtima’ adalah corak penafsiran yang berorientasi pada sastra budaya kemasyarakatan, suatu corak penafsiran yang menitik beratkan penjelasan ayat al-Qur’an pada segi-segi ketelitian redaksionalnya, kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnya ayat kemudian merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia.

TOKOH-TOKOHNYA:

·Setting sosio-historis Muhammad Abduh
Tokoh utama corak penafsiran ini (al-Adaby al-Ijtima’i) serta yang berjasa meletakkan dasar-dasarnya adalah Syaikh Muhammad Abduh, yang kemudian dikembangkan oleh murid sekaligus sahabatnya, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, dan dilanjutkan oleh ulama-ulama lain, terutama Muhammad Mustafa al-Maraghi.
Syaikh Muhammad Abduh adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Ia dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M. ia berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya, tidak pula keturunan bangsawan. Namun demikian ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan.[5]Mula-mula Muhammad Abduh dikirim oleh ayahnya ke Masjid al-Ahmadi Thantha untuk mempelajari tajwid al-Qur’an. Ia belajar disan sampai dua tahun. Setelah itu, ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-saudara serta kaum kerabatnya. Waktu kembali ke desa inilah ia dikawinkan.Walaupun sudah kawin, ayahnya memaksanya untuk kembali belajar. Namun Muhammad Abduh sudah bertekad untuk tidak kembali. Maka ia lari ke desa Syibral Khit, di sana banyak paman dari pihak ayahnya bertempat tinggal. Di kota inilah ia bertemu dengan Syaikh Darwisy Khidr, salah seorang pamannya yang mempunyai pengetahuan tentang al-Qur’an. Sang paman berhasil mengubah pandangan pemuda Muhammad Abduh dari seorang yang membenci ilmu pengetahuan menjadi seorang yang menggemarinya.
Dari sini Muhammad Abduh kembali ke Masjid al-Ahmadi Thantha, dan kali ini minat dan pandangannya untuk belajar telah jauh berbeda disbanding pertama kali ia ke sana.Dari Thantha, Muhammad Abduh menuju ke Kairo untuk belajar di al-Azhar, yaitu pada bulan Februari, 1866. Namun system pengajaran ketika itu tidak berkenan di hatinya, karena menurut Abduh:
“Kepada mahasiswa hanya dilontarkan pendapat-pendapat para ulama terdahulu tanpa mengantarkan mereka kepada usaha penelitian, perbandingan dan pentarjihan.” Namun demikian, di perguruan tinggi ia sempat berkenalan dengan sekian banyak dosen yang dikaguminya, antara lain:

1. Syaikh Hasan al-Thawil yang mengajarkan kitab filsafat, padahal kitab tersebut tidak diajarkan pada waktu itu.
2. Muhammad al-Basyuni, seorang yang banyak mencurahkan perhatian dalam bidang sastra bahasa, bukan melaluiajaran tata bahasa melainkan melalui kehalusan rasa dan kemampuan mempraktikkannya.[6]
Pada tahun 1294 H ia telah memperoleh ijazah sarjana dari al-Azhar. Kemudian, Jamaluddin al-Afghani ketika itu dating ke Mesir. Muahmmad Abduh bertemu dengan dia dan mendengarkan kuliah-kuliahnya, baik di rumahnya, di kafenya, ketika ia sedang berkunjung atau dikunjungi. Kedua tokoh ini mersa ada kesamaan tujuan dan cocok, sehingga mereka akhirnya saling membantu dan sama-sama menaruh rasa suka.[7]Setelah dua tahun sejak pertemuannya dengan Jamaluddin al-Afghani, terjadilah perubahan yang sangat berarti pada keperibadian Abduh, dan mulailah ia menulis kitab-kitab karangannya seperti Risalah al-‘Aridat (1873), disusul kemudian dengan Hasyiah-Syarah al-Jalal al-Dawwani Li al-Aqa’id al-Adhudhiyah (1875). Dalam karangannya ini, Abduh yang ketika itu baru berumur 26 tahun telah menulis dengan mendalam tentang aliran-aliran filsafat, ilmu kalam (teologi) dan tasawuf, serta mengkritik pendapat-pendapat yang dianggapnya salah.[8]
Pada tahun 1888 Muahammad Abduh kembali ke tanah airnya yang sebelumnya ia berpindah-pidah tempat dengan berbagai alasan, dan oleh pemerintah Mesir ia diberi tugas sebagai hakim di Pengadilan Daerah Banha. Walaupun ketika itu Abduh sangat berminat untuk mengajar, namun agaknya pemerintah Mesir sengaja untuk merintangi, agar pemikiran-pemikirannya yang mungkin bertentangan dengan kebijakan pemerintah pada saat itu tidak dapat diteruskan pada putra-putri Mesir.Pada tahun 1905 Muhammad Abduh mencetuskan ide pembentukan universitas Mesir. Ide ini mendapat tanggapan antusias dari pemerintah maupun masyarakat, terbukti dengan disediakannya sebidang tanah untuk maksud tersebut. Namun sayang, universitas yang ia cita-citakan baru berdiri setelah ia berpulang ke Rahmatullah, dan universitas inilah yang kemudian menjadi “Universitas Kairo.”
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha telah merintis kebangkitan ilmiah dan memberikan buahnya kepada murid-muridnya. Kebangkitan ini berpusat pada kesadaran Islami, upaya pemahaman ajaran sosiologis Islam dan pemecahan agama terhadap problematika kehidupan masa kini. Benih-benih kebangkitan tersebut sebenarnya dimulai dengan gerakan Jamaluddin al-Afghani, yang kepadanya Abduh berguru. Abduh memebrikan mata kuliah tafsir di Universitas al-Azhar dan mendapat sambutan baik dari murid dan mahasiswanya. Dan Rasyid Ridha adalah murid paling tekun mempelajari mata kuliah tersebut, paling semangat dan mencatatnya dengan teliti, yang akhirnya dengan gurunya inilah ia buahkan kitab tafsir yang diberi nama al-Manar.[9]Pada 11 Juli 1905, Muhammad Abduh meninggal dunia di Kairo, Mesir. Yang menangisi kepergiannya bukan hanya umat Islam, tetapi ikut pula berduka sekian banyak tokoh non-Muslim.[10]



_Sayyid muhammad rasyid ridha
·Setting sosio-historis
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun, suatu kampung sekitar 4 km dari Tripoli, Lebanon, pada 27 Juamadil ‘Ula 1282 H. Dia adalah bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan langsung dari Sayyidina Husain, Putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Putri Rasulullah saw.Disamping orangtuanya sendiri, Rasyid Ridha belajar juga kepada sekian banyak guru. Di masa kecil ia belajar di taman-taman pendidikan di kampungnya yang ketika itu dinamai al-Kuttab, di sana diajarkan membaca al-Qur’an, menulis, dan dasar-dasar berhitung.Setelah tamat Rasyid Ridha dikirim oleh orangtuanya ke Tripoli, Lebanon untuk belajar di Madrasah Ibtidaiyah yang mengajarkan Nahwu, Sharaf, Aqidah, Fiqh, behitung, dan ilmu bumi. Bahasa pengantar yang digunakan di sekolah tersebut adalah bahasa Turki, mengingat Lebanon pada saat itu berada di bawah kekuasaan Ustmaniyah. Mereka belajar di sana dipersiapkan untuk menjadi pegawai-pegawai pemerintah.
Karena itu Rasyid Ridha tidak tertarik untuk belajar di sana. Setahun kemudian, yatu pada tahun 1299 H/1822 M, ia pindah ke Sekolah Islam Negri, yang merupakan sekolah terbaik pada saat itu dengan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar, disamping diajarkan pula bahasa Turki dan Prancis. Sekolah ini didirikan oleh ulama besar Syam ketika itu, yakni Syaikh Husain al-Jisr. Syaikh inilah yang kelak mempunyai andil sangat besar terhadap perkembangan pemikiran Rasyid Ridha, karena hubungan antara keduanya tidak terhenti walaupun kemudian sekolah itu ditutup oleh pemerintah Turki. Syaikh Husan al-Jisr juga yang memberi kesempatan kepada Rasyid Ridha untuk menulis di beberapa surat kabar Tripoli, kesempatan itu kelak mengantarnya memimpin majalah al-Manar.[11]
Pada saat Rasyid Ridha memulai perjuangan di kampung halamannya, baik melalui pengajian-pengajian untuk kaumpria dan wanita maupun tulisan-tulisannya di media masa,Muhammad Abduh memimpin pula gerakan pembaruan di Mesir.Majalah al-‘Urwah al-Wutsqa yang diterbitkan oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muahammad Abduh di Paris, yang tersebar ke seluruh dunia Islam, ikut dibaca pula oleh Rasyid Ridha dan member pengaruh sangat besar terhadap jiwanya, sehingga mengubah sikap pemuda yang berjiwa sufi ini menjadi pemuda yang penuh semangat.Kekagumannya kepada Muhammad Abduhbertambah mendalam sejak Abduh kembali ke Beirut untuk kedua kalinya pada 1885 dan mengajar sambil mengarang. Pertemuan antar keduanya terjadi ketika Syaikh Muhammad Abduh berkunjung ke Tripoli untuk menemui temannya, Syaikh Abdullah al-Barakah, yang mengajar di sekolah al-Khanutiyah. Berkat inilah mereka berdua bertemu untuk pertama kali.Pertemuan kedua terjadi pada tahun 1312 H/1894 M, juga di Tripoli. Kali ini Rasyid Ridha menemani Abduh sepanjang hari, sehingga banyak kesempatan bagi Rasyid Ridha untuk menanyakan sesuatu yang masih kabur baginya.
Setelah lima tahun dari pertemuan kedua, maka baru pada 23 Rajab 1315 H/18 Januari 1898 M terjadi pertemuan ketiga di Kairo, Mesir. Sebulan setelah pertemuan ketiga ini, Rasyid Ridha mengemukakan keinginannya untuk menerbitkan suatu surat kabar yang mengolah masalah-masalah social, budaya dan agama.Pada mulanya Abduh tidak menyetujui gagasan ini, karena pada saat itu di Mesir sudah cukup banyak media massa, apalagi persoalan yang akan diolah kurang menarik perhatian umum. Namun Rasyid Ridha menyatakan tekadnya, walaupun harus menanggung kerugian selama satu sampai dua tahun setelah penerbitan itu. Akhirnya Abduh merestui dan memeilih nama al-Manar dari sekian banyak nama yang diusulkan Rasyid Ridha.Akhirnya al-Manar melangsungkan launching pertamanya pada 22 Syawwal 1315 H/17 Maret 1898 M berupa Mingguan sebanyak delapan halaman dan mendapat sambutan hangat, bahkan bukan hanya di Mesir atau Negara-negara Arab sekitarnya saja, tetapi sampai ke Eropa bahkan ke Indonesia.[12]Setelah suksesnya penerbitan majalah al-Manar, kemudian Rasyid Ridha menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir yang juga diberi nama al-Manar, kitab tafsir ini mengandung pembaruan dan sesuai denga perkembangan zaman. Ia berusaha menghubungkan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan kehidupan masyarakat, disamping membuktikan bahwa Islam adalah agama yang memiliki sifat universal, umum, abadi dan cocok bagi segala keadaan, waktu dan tempat.[13]
Dalam perjalanan pulang dari kota suez di Mesir, setelah mengantar pangeran Sa’ud al-Faisal, mobil yang dikendarainya mengalami kecelakaan dan ia menderita gegar otak. Selama dalam perjalanan, Rasyid Ridha hanya membaca al-Qur’an, walau ia telah sekian kali muntah. Setelah memperbaiki posisinya, tanpa disadari oleh orang-orang yang menyertainya, tokoh ini wafat dengan wajah yang sangat cerah dan disertai senyuman, pada 23 Jumadil ‘Ula 1354 H, bertepatan dengan 22 Agustus 1935 M.[14]

CONTOH PENAFSIRAN:

Pemikiran Muhammad Abduh yang dimasukkan dalam penafsiran atas al-Qur’an, yang dipublikasikan berdasarkan atas kitab yang diturunkan (wahyukan).perbedaan dalam tujuan menafsirkan al-Qur’an itu tampak ketika beliau menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan persepektif sosiologi, yang dapat menjelaskan bahwa al-Qur’an al-Hakim itu merupakan sumber kebahagiaan baik dalam konteks urusan agama dan urusan duniawi dalam setiap masa. Ketika spirit inilah, Muhammad Abduh memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan para ahli tafsir klasik, bahwa nilai al-Qur’an it uterus mengalami peningkatan disebabkan minimnya pengaruh konseptual dari aturan-atura balaghah tentang sinonimitas kata dalam al-Qur’an. Hal itu sebagaimana dalam firman Allah yang berbunyi:
“sesungguhnya Allah adalah Dzat yang maha penyayang serta pengasih kepada semua manusia”. Maka yang harus digaris bawahi dari bentuk penggunaan dua lafazh yang menunjukkan pada dua makna yang sangat berdekatan ini adalah menggambarkan tartib (susunan) makna yang ditunjukkan kedua lafazh tersebut, dengan menunjukkan lafzh yang datang setelahnya itu memiliki makna yang lebih tinggi daripada makna lafazh sebelumnya. Para ahli Balaghah kemudian menyebut kaidah ini dengan pola peningkatan dari makna yang lebih rendah ke makna yang lebih tinggi (al-taraqi min al-adna ila al-a’la). Serta pertayaan yang terkait dengan keyakinan: Apakah para nabi itu lebih mulia derajatnya daripada derajat para malaikat? Maka golongan Mu’tazilah dan sebagian dari golongan Asy’ari-al-Baqilani dan al-Hilimi menyatakan bahwa para malaikat itu lebih utama derajatnya, sedangkan mazhab Asy’ari pada umumnya menyatakan bahwa para nabi itulah yang memiliki derajat yang lebih utama daripada malaikat. Telah terjadi perdebatan sengit seputar manakah yang lebih utama , ketika menafsirkan ayat 172 surat an-Nisa’ yang berbunyi:
“Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat kepada Allah, barang siapa yang enggan untuk menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya”.pada ayat tersebut para malaikat disebut setela nabi Isa menurut tartib ayat.\
Jelaslah, bahwa (al-Baqarah; 142) tidak menganut kaidah tersebut. Lafazh “ra’uf” (yang maha pengasih) itu menunjukkan pada makna “kasih sayang yang sangat”, dan lafazh itu memiliki madlul (makna yang ditunjukkan) lebih kuat dari lafazh “rahim” yang jatuh setelahnya. Dalam tafsir al-Sya’bi karya al-Jalalain terdapat beberapa alasan (sebab) aat ini tidak mengikuti kaidah balaghah, karena lafazh itu memiliki kandungan makna yag lebih karena adanya pemisah.[15]

PENUTUP

Kesimpulan

·Corak tafsir al-Adaby al-Ijtima’I adalah corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan masyarakat dan berorientasi pada sastra budaya kemasyarakatan.
·Tokoh dalam corak penafsiran ini (al-Adaby al-Ijtima’i) adalah dan dilanjutkan oleh ulama-ulama lain, terutama Muhammad Mustafa al-Maraghi
·Abduh yang ketika itu baru berumur 26 tahun telah menulis dengan mendalam tentang aliran-aliran filsafat, ilmu kalam (teologi) dan tasawuf, serta mengkritik pendapat-pendapat yang dianggapnya salah.[16]
·Muhammad Abduh menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan persepektif sosiologi, yang dapat menjelaskan bahwa al-Qur’an al-Hakim itu merupakan sumber kebahagiaan baik dalam konteks urusan agama dan urusan duniawi dalam setiap masa.
·Syaikh Muhammad Rasyid Ridha telah merintis kebangkitan ilmiah dan memberikan buahnya kepada murid-muridnya. Kebangkitan ini berpusat pada kesadaran Islami, upaya pemahaman ajaran sosiologis Islam dan pemecahan agama terhadap problematika kehidupan masa kini
DAFTAR PUSTAKA


üal-Qattan.Manna’ Khalil, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, terj. Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an.2007.Jakarta: Litera Nusantara.,ctk. 10.
üal-Syirbashi,.Ahmad.2001.Sejarah Tafsir al-Qur’an.Jakarta: Firdaus.
üal-‘Aridl,.Ali Hasan.1992. Sejarah dan Metodologi Tafsir .Jakarta: CV. Rajawali Pers.
üAl Muhatsib,Abdul Majid Abdus Salam.1997.Visi dan Paradigma Tafsir al-Qur’an Kontemporer.Bangil: al-Izzah.
üKarman,Supiana-M.2002. Ulumul Qur’an.Bandung: pustaka islamika.
üSyihab.Quraish.1994. Studi Kritis Tafsir al-Manar .Bandung: pustaka hidayah.
üSyihab.Quraish.2007. Membumikan al-Qur’an.Bandung: PT. Mizan Pustaka.ctk. I.

Buku-buku:
[1] Ahmad al-Syirbashi, Sejarah Tafsir al-Qur’an (Jakarta: Firdaus, 2001), hlm. 161

[2] Ali Hasan al-“Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1992), hlm. 69-70

[3] Supiana-M. Karman, Ulumul Qur’an (Bandung: PUSTAKA ISLAMIKA, 2002), hlm. 316-317

[4] Quraish Syihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), ctk. I, hlm. 108

[5] Quraish Syihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: PUSTAKA HIDAYAH, 1994), hlm. 11

[6] Quraish Syihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung, PUSTAKA HIDAYAH, 1994)hlm. 12-13

[7] Abdul Majid Abdus Salam Al Muhatsib, Visi dan Paradigma Tafsir al-Qur’an Kontemporer (Bangil: AL IZZAH, 1997), hlm.106

[8] Quraih Syihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung, PUSTAKA HIDAYAH, 1994), hlm. 14

[9] Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, terj. Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an (Jakarta: Litera Nusantara, 2007),ctk. 10, hlm. 511-512

[10] Quraish Syihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung, PUSTAKA HIDAYAH, 1994), hlm. 16-17

[11] Quraish Syihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: PUSTAKA HIDAYAH, 1994), hlm. 59-61

[12] Quraish Syihab, Studi … hlm. 59-64

[13] Ahmad al-Syirbashi, Sejarah Tafsir al-Qur’an (Jakarta: Firdaus, 2001), hlm. 161

[14] Quraish Syihab, Studi …hlm. 65

[15] Ignaz Goldziher,mazhab……..hal 422

[16] Quraih Syihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung, PUSTAKA HIDAYAH, 1994), hlm. 14