Thursday, December 23, 2010

Filsafat Analitik

Pendahuluan

Filsafat merupakan suatu pola pemikiran yang penting dalam diri manusia, yang mana dengan berfilsafat sendiri manusia dapat memikirkan hal-hal yang tak akan mempunyai ujungnya dan selalu menpunyai tolak ukur yang menghubungkan antara satu dengan yang lainnya. Dan dengan berfilsafat, seolah-olah hal-hal yang di bahas itu pun tidak mempunyai rambu-rambu yang membatasinya, dalam hal ini tidak ada suatu halangan apapun dalam membahas filsafat. Karena sifat dari filsafat itu sendiri adalah misteri dan penuh dengan problema.
Dari sekian banyak tokoh-tokoh filsafat, mereka mempunyai pendapat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, seperti contoh sebagaimana yang di katakan oleh Betrand Russel, ia berkata bahwasanya munculnya filsafat itu berasal antara konsep hidup & dunia1. Dan Thales(585 SM) pun beranggapan bahwa filsafat tersebut berasal dari air, demikian pula tokoh-tokoh filsafat lainnya mengatakan hal yang tidak sama mengenai asal mula filsafat.

Filsafat analitik & pengembangannya

Kata analitik sendiri secara epistemologi mengandung kata logis, mendalam, tajam, akurat, dan sistematis2. Sedangkan filsafat analitik ini mulai berkembang pada abad ke-20 di Inggris & Amerika serikat, yang mana dalam abad ini bertujuan agar filsafat mampu menganalisa bahasa, konsep-konsep bahasa, ungkapan-ungkapan bahasa agar lebih membentuk suatu kata yang paling logis serta cocok dengan makna-makna yang di hadapi. Dan hal yang terpenting dalam filsafat bahasa ialah pembentukan suatu definisi baik itu yang bersifat linguistik nyata ataupun yang bersifat konstekstual3.

Para Tokoh-Tokoh Filsafat Analitik:

Betrand Russel (1872-1970) Dalam Atomisme Logis
Betrand Russel merupakan salah satu tokoh Filfasat Analitik pada abad ke-19, yang mana Betrand ini mempunyai nama lengkap yaitu: Betrand Arthur William Russels yang lahir di Inggris pada tanggal 18 mei 1972, namun pada saat ia masih kecil, ia telah di tinggal oleh kedua orang tuanya, sehingga ia harus tinggal bersama neneknya & bersekolah di Inggris. Dan di Inggris pula Russels belajar ilmu-ilmu Fisika & Matematika di Trinity College, di Cambrigde. Selain itu pula Russell pernah mengajar di Cambridge, dan Amerika.
Pola Pemikiran Betrand Russell:
Pada awalnya Betrand Russell sendiri mempelajari keilmuan Fisika & Matematika, kemudian setelah bertemu dengan seorang filosof George Moore, maka ia mulai mempertimbangkan empirisme sebagai pola pemikiran filsafatnya sendiri. Dan selain itu pula Russel banyak bekerja sama dengan Whitehead(1861-1947) seorang pakar filsafat Matematika. Dan mereka ini pula bersama Fredge, hendak menurunkan matematika dari persamaan logika. Mengenai pemikiran betrand russel ini sendiri yaitu: mencoba menggabungkan logika Fredge dengan empirisme yang mana sebelumnya telah di rimuskan oleh David Hume.
Serta menurut Russel, dunia terdiri dari fakta-fakta aktomis(atomic fact) yang mana dalam konteks ini kalimat-kalimat baru ini lah yang bisa di katakan bermakna, jika kalimat-kalimat ini langsung berkorespondensi dengan fakta-fakta aktomik. Kemudian pemikiran Russel, ini menawarkan suatu solusi untuk keluar dari atomisme logic, yang mana menurut Russel ini sendiri atomisme logic tersebut mengajarkan bahwa bahasa keseharian itu mempunyai arti yang kurang baik.
Kemudian, Russel menggambarkan filsafat sebagai daerah yang tak di ketahui, yang mana terdapat perbandingan antara teologi & ilmu pengetahuan. Dan perbandingan itu dapat di lihat antara ilmu pengetahuan yang mana ilmu pengetahuan itu berbicara mengenai hal yang di ketahui, sedangkan filsafat berbicara hal-hal yang tak di ketahui. Dan pemikiran Russel pun lebih terarah pada teori pengetahuan & linguistik, sehingga Russel pun di kenal sebagai tokoh Filsafat analitik4.
Betrand Russel pula mempunyai tiga tujuan pokok yang ingin ia wujudkan, yaitu:
  1. Mengembalikan pengetahuan–pengetahuan yang di miliki manusia kedalam bahasa yang paling sederhana penerapannya, yang mana menurut Russel sendiri penegetahuan-pengetahun tersebut masih menggunakan pola bahasa yang sulit untuk di terima.
  2. Menghubungkan logika dan matematika. Karena menurut Russel sendiri seluruh matematika dapat di kembalikan dalam prinsip-prinsip logis. Ia pula tak setuju bahwa di dalam pendidikan, jurusan ilmu pasti di pisahkan dengan jurusan sastra. Yang mana menurut Russel sendiri logika dan matematika tidak hanya penting buat bahasa, melainkan sebagai bahasa pengantar matematika.
  3. Analisa bahasa. Yang mana antara kesadaran & materi itu merupakan dua fenomena yang satu, dua cara untuk memberikan struktur bagi unsur-unsur netral yang sama pula. Dan analisa bahasa yang benar, dapat menghasilkan suatu pengetahuan yang benar.5
Selain ide-ide tersebut, Betrand pula mempunyai pemikiran-pemikiran yang lain mengenai atomisme logic ini, salah satu contohnya: ia mengatakan bahwa sesungguhnya Grammar yang di pergunakan dalam bahasa sehari-hari itu adalah tidak tepat. Dan menurut Betrand, dunia ini terdiri dari fakta-fakta atomis, yang mana hanya bahasa-bahasa tertentu sajalah yang dapat memahami fakta-fakta tersebut, dan bahasa-bahasa itulah merupakan bahasa yang shahih.
Maka dengan berbagai ide-ide itulah Betrand Russel menekankan bahwa konsep atomismenya tidak di dasarkan pada metafisika, tetapi lebih cendrung kepada logika. Karena menurut Betrand sendiri logika merupakan dasar sebuah filsafat. Dan pemikiran Betrand inilah yang di namakan atomisme logis.

Ludwig Wedgsetein
Ludwig widtgestein di lahirkan di kota wina(austria) pada tanggal 26-april-1889 dari 8 bersaudara. Dan ayahnya ini merupakan penganut agama kristen protestan serta ibunya beragama katolik. Dan pada tahun 1906 ia menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Teknik Berlin. Dan setelah itu ia pindah ke Inggris untuk melakukan suatu penyelidikan selama 3 tahun. Usaha witgestein dalam berkecimpung di dunia filsafat pun semaikin besar, ini terbukti akan ketertarikannya pada buku Betrand Russel dan kemudian memplajarinya. Kemudian pada tahun 1939, Witgestein pun menggantikan G.E Moore sebagai guru besar filsafat di Inggris. Dan karyanya yang paling besar ini ialah Logical positivism & lingustic alnalisic semantic6.
Pemikiran Wedgestein:
Periode I, Tractatus logico-philosopicus.
Dalam periode ini Weidgestein mempunyai 2 pemikiran, yaitu:
  1. Dunia itu tidak terbagi atas benda-benda, melainkan terbagi atas fakta-fakta. Dan pada nantinya akan menjadi kumpulan fakta-fakta atomis tertentu.
  2. Setiap proposisi itu pada nantinya akan meleburkan diri melalui suatu analisis, kemudian menjadi suatu fungsi kebenaran tertentu yang khas dari sebuah preposisi elementer, yang mana dalam preposisi ini hanya mempunyai satu analisa akhir.
Menurut Wedgestein, yang di maksud dengan fakta ialah suatu peristiwa atau keadaan. Dan peristiwa ini adalah kombinasi dengan hal-hal yang berada di dunia. Kemudian ia mengatakan pula bahwasanya dunia itu bukan terdiri dari benda-benda, dan benda-benda itu bukan termasuk bagian dari dunia. Namun, suatu objeklah yang merupakan suatu substansi dari dunia.
Jadi menurut wedgestein, bahwasanya sebuah fakta itu adalah suatu keberadaan peristiwa. Yaitu bagaimana objek-objek tersebut memiliki suatu interellasi dan keadaan, hubungan, kualitas, ruang, dan waktu.
Periode II, Philosopical Investigation.
Dalam periode ini tertulis beberapa pasal-pasal, yang mana dalam hubungan itu tidak terlalu erat antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi dalam periode yang ke dua ini Wedgestein menolak pendapatnya sendiri, yang mana ia mengatakan:
  1. Bahwa bahasa yang di pakai hanya untuk satu tujuan saja, yakni menetapkan state of affair atau keadaan-keadaan faktual saja.
  2. Bahwa kalimat-kalimat mendapatkan maknanya hanya dengan faktual saja.
  3. Setiap jenis bahasa dapat di rumuskan ke dalam bahasa logika yang sempurna, walaupun di lihat dari sudut pandang yang berbeda.
Dalam philosopical Wedgestein, ia menolak pendapatnya yang pertama, di karanakan bahasa itu di gunakan tidak hanya untuk mengungkapkan preposisi-preposisi logis tapi di gunakan untuk banyak cara yang berlainan antar satu dengan yang lainnya, seperti pembenaran, perintah, dan yang lainnya.
Kemudian, dalam philosopical investigation ini ia memakai istilah language games(permainan bahasa) yang mana dalam permainan bahasa ini ia menggambarkan tentang aktivitas manusia. Dalam maksud disini jika ilmu pengetahuan saja mempunyai permainan bahasanya sendiri, maka manusia pun mempunyai aturannya sendiri pula dalam permainan bahasa agamanya.
Maka dalam hal ini, melalui konsep tata permainan bahasa, wedgestein menunjukkan bahwasanya terdapat berbagai kelemahan bahasa dalam berfilsafat, dan fungsi dari filsafat itu sendiri ialah bahwasanya filsafat harus menyelidiki macam-macam permainan bahasa yang berbeda, menunjukkan logikanya, dan menunjukkan aturan yang berlaku di dalamnya.
Dengan demikian, maka dalam wedgestein ini, ia mempunyai dua periode dalam pemikirannya. Dan dalam pemikirannya ini, ia menolak ide-idenya yang pertama karena suatu sebab dan faktor-faktor tertentu. Maka tidak jarang bahwasanya dalam era wedgestein ini mempunyai dua nama, yaitu wedgestein I dan wedgestein II.
Kesimpulan
Dalam berbagai hal tersebut diatas, maka akan tampak bagaimana filsafat analitik itu berkecimpung dalam dunia filsafat, sebagaimana yang telah di plopori tokoh-tokohnya,baik itu Betrand Russel maupun Wedgestein, yang mana dalam dua pemikir ini mempunyai urgensi-urgensi pemikiran yang berbeda-beda. Akan tetapi dalam perbedaan ini, mereka pun masih berkutat pada pemaknaan bahasa itu sendiri, yang mana dalam pemikiran mereka bahasa perlu di perbaharui lagi, agar menjadi suatu susunan bahasa yang sistematika & objektif.
Dengan demikian, pamakaian bahasa dalam filsafat analitik ini perlu pendalaman dan pengetahuan yang pasti, agar penciptaan suatu bahasa dapat di terima & di pakai dalam urgensi atau penempatannya masing-masing tanpa adanya suatu kerancuan atau kesalahan dalam penempatannya maupun dalam pemaknaannya. 
Daftar Pustaka
Russell,Betrand.History of Western Philosofy,Oxford:Alden Press,1974
Hidayat,Asep Ahmad.Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa,Makna Dan Tanda,Bandung;Rosda,2006
Abbas M Hamami,Teori-Teori Epistemologi Common Sense,Yogyakarta;Paradigma Offset,2003

1 Bertrand Russel, History of Western philosophy (Oxford: Alden Press, 1974), page. 13

2 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT Gramedia, 2006), hlm. 24

3 Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat dan Teologi (Cet I; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hlm. 8

4 Hamami M Abbas, Teori- Teori Epistemologi Common Sense,(Yogyakarta; Paradigma Offset,2003)hlm:28

5 Asep Ahmad Hidayat,Filsafat Bahasa Menggungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda,(Bandung; Rosda,2006)hlm 48

6 K. Bertens, Filsafat Barat Kontempoter  Inggris-Jerman ( Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama, 2002)hlm:41