Friday, December 7, 2012

Biografi Imam Bukhari




Biografi Imam Bukhari

Hadist merupakan sumber panutan umat manusia setelah Al-qur’an. Hadist dalam era rasulullah kebanyakan bersifat hafalan dari rasulullah semata. Akan tetapi meskipun bersifat hafalan, bukan berarti hadist pada masa nabi hanya terbuang begitu saja. Banyak dari pada sahabat rasulullah yang mengabadikan hadist-hadist dengan cara mencatatnya, akan tetapi hal ini bersifat untuk kepentingan pribadi, belum diperuntukkan untuk orang banyak pada masa tersebut[1].
Sejarah penulisan hadist secara missal baru terjadi pada masa pemerintahan Umar Bin abdul Aziz. Dalam waktu yang cukup lama, para ulama akhirnya bersepakat untuk membukukan hadist-hadist tersebut menjadi satu. Hal ini dikarenakan banyaknya pemalsuan-pemalsuan hadist yang dilakukan oleh segolongan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Walaupun proses penyeleksian hadist-hadist akan memakan waktu yang cukup lama, serta secara tidak langsung dalam penyeleksian hadist-hadist tersebut para periwayat telah dihubungi satu-persatu tentang keshahihan hadist yang mereka tulis, demi keakuratan hadist yang mereka dapatkan[2].
Setelah banyak menyeleksi berbagai kumpulan-kumpulan dan telah di simpulkan, bahwasanya dari semua hadist-hadist yang telah ada terpilih satu hadist-hadist yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari. Kitab tersebut bernama: Al-jami’ Al-musnad As-shahih karya Imam Bukhari.  Para ulama mengatakan bahwasanya dari semua hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara keseluruhan lebih berstatus shahih dari pada kitab-kitab hadist-hadist lainnya. bahkan Hasby As-sidqi beragumen bahwasanya kitab Shahih bukhari merupakan kitab kedua setelah al-qur’an[3]
Untuk lebih jauh mengenal siapa sebenarnya Imam Bukhari, berikut biografi Imam Bukhari: 
Nama lengkapnya ialah: Abu Abdullah Muhammad Ibnu Ismail ibn Ibrahim ibn Almughirah ibnu Bardizbah ibn Al-juf’I al bukhari. Beliau dilahirkan pada tanggal 13 syawwal 194 H hari Jum’at  di Bukhara. Dan meninggal pada bulan ramadhan tanggal 30 tahun 256 H pada usia 62 tahun[4]. Ayahnya ialah seorang yang pernah belajar hadist pada ulama-ulama besar seperti: Malik bin Anas, Hammad Ibn Zayid dan Ibn Mubarak.
Saat usianya kurang dari 10 tahun, Imam Bukhari telah banyak belajar hadist, sehingga tak heran ketika usia beliau telah menginjak kurang lebih 16 tahun, ia telah menghafalkan matan-matan hadist dan beberapa kitab-kitab dari karangan Ibnu Mubarak dan Waqi’.  
Ketika Imam Bukhari berusia 16 tahun, yaitu pada tahun 210 H, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji dan menetap disana selama 6 tahun untuk belajar hadist. Setelah belajar selama 6 tahun, Imam Bukhari berpindah lagi ke kota-kota lain untuk menuntut ilmu hadistnya. Kota-kota tersebut ialah: Madinah, Mesir, Syam, Bagdad, dan kota-kota lainnya. setelah berhasil berpindah dari satu kota ke kota lain, maka Imam Bukhari telah menulis sebanyak 1080 hadist yang secara keseluruhan ia peroleh dari ulama-ulama besar di masa tersebut. Seperti contohnya: Ahmad Ibn hambal, Ali Ibn Almadini, Yahya bin Ma’in, dan Ibn Ruwaih.
Setelah banyak mencari hadist dari satu ulama ke ulama hadist, menjadikan Imam Bukhari menjadi sangat tekun dan ulet dalam meneliti hadist-hadist. Sehingga tak heran jika kebanyakan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh imam bukhari lebih berstatus Shahih. Ketekunannya dan keakuratannya dalam menulis hadist telah membuat Imam bukhari dikenal dengan sebutan Amirul mukmin fil-hadist.  
Selain dikenal dengan sebutan tersebut, maka banyak dari para ulama-ulama lain yang datang kepada Imam Bukhari dengan bertujuan agar menuntut Ilmu padanya. Mereka adalah: Muslim ibn al Hajjaj, At- tirmidi, Nasai, Ibn khuzaimah, dan Abu Daud.              

      





[1] Subhi al-Shalih, “Ulumul hadist wa Musthaluhu” (Beirut: Dar al’ilmi li al Malayyin, 1997). Hlm. 24.
[2] Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Al-sunnah Qabla At-tadwin (Kairo: Maktabah Wahbah, 1963). Hlm. 337.
[3] Hasby As-syddieqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist (Jakarta: Bulan Bintang, 1980). Hlm. 105. 
[4] Muhammad ‘Ajaj Al-khatib, Usul Al-hadis ‘Ululuhu wa Musthalahu (Damaskus: Dar-Fikr, 1975). Hlm. 309.

No comments:

Post a Comment