Biografi
Imam Bukhari
Hadist merupakan sumber panutan umat manusia setelah Al-qur’an. Hadist
dalam era rasulullah kebanyakan bersifat hafalan dari rasulullah semata. Akan
tetapi meskipun bersifat hafalan, bukan berarti hadist pada masa nabi hanya
terbuang begitu saja. Banyak dari pada sahabat rasulullah yang mengabadikan
hadist-hadist dengan cara mencatatnya, akan tetapi hal ini bersifat untuk
kepentingan pribadi, belum diperuntukkan untuk orang banyak pada masa tersebut[1].
Sejarah penulisan hadist secara missal baru terjadi pada masa
pemerintahan Umar Bin abdul Aziz. Dalam waktu yang cukup lama, para ulama
akhirnya bersepakat untuk membukukan hadist-hadist tersebut menjadi satu. Hal
ini dikarenakan banyaknya pemalsuan-pemalsuan hadist yang dilakukan oleh segolongan
orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Walaupun proses penyeleksian
hadist-hadist akan memakan waktu yang cukup lama, serta secara tidak langsung
dalam penyeleksian hadist-hadist tersebut para periwayat telah dihubungi
satu-persatu tentang keshahihan hadist yang mereka tulis, demi keakuratan
hadist yang mereka dapatkan[2].
Setelah banyak menyeleksi berbagai kumpulan-kumpulan dan telah di
simpulkan, bahwasanya dari semua hadist-hadist yang telah ada terpilih satu
hadist-hadist yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari. Kitab tersebut bernama: Al-jami’
Al-musnad As-shahih karya Imam Bukhari.
Para ulama mengatakan bahwasanya dari semua hadist-hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara keseluruhan lebih berstatus shahih dari
pada kitab-kitab hadist-hadist lainnya. bahkan Hasby As-sidqi beragumen
bahwasanya kitab Shahih bukhari merupakan kitab kedua setelah al-qur’an[3].
Untuk lebih jauh mengenal siapa sebenarnya Imam Bukhari, berikut biografi
Imam Bukhari:
Nama lengkapnya ialah: Abu Abdullah Muhammad Ibnu Ismail ibn Ibrahim ibn
Almughirah ibnu Bardizbah ibn Al-juf’I al bukhari. Beliau dilahirkan pada
tanggal 13 syawwal 194 H hari Jum’at di
Bukhara. Dan meninggal pada bulan ramadhan tanggal 30 tahun 256 H pada usia 62
tahun[4].
Ayahnya ialah seorang yang pernah belajar hadist pada ulama-ulama besar
seperti: Malik bin Anas, Hammad Ibn Zayid dan Ibn Mubarak.
Saat usianya kurang dari 10 tahun, Imam Bukhari telah banyak belajar
hadist, sehingga tak heran ketika usia beliau telah menginjak kurang lebih 16 tahun,
ia telah menghafalkan matan-matan hadist dan beberapa kitab-kitab dari karangan
Ibnu Mubarak dan Waqi’.
Ketika Imam Bukhari berusia 16 tahun, yaitu pada tahun 210 H, Imam
Bukhari menunaikan ibadah haji dan menetap disana selama 6 tahun untuk belajar
hadist. Setelah belajar selama 6 tahun, Imam Bukhari berpindah lagi ke
kota-kota lain untuk menuntut ilmu hadistnya. Kota-kota tersebut ialah:
Madinah, Mesir, Syam, Bagdad, dan kota-kota lainnya. setelah berhasil berpindah
dari satu kota ke kota lain, maka Imam Bukhari telah menulis sebanyak 1080
hadist yang secara keseluruhan ia peroleh dari ulama-ulama besar di masa
tersebut. Seperti contohnya: Ahmad Ibn hambal, Ali Ibn Almadini, Yahya bin
Ma’in, dan Ibn Ruwaih.
Setelah banyak mencari hadist dari satu ulama ke ulama hadist, menjadikan
Imam Bukhari menjadi sangat tekun dan ulet dalam meneliti hadist-hadist.
Sehingga tak heran jika kebanyakan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh imam
bukhari lebih berstatus Shahih. Ketekunannya dan keakuratannya dalam menulis
hadist telah membuat Imam bukhari dikenal dengan sebutan Amirul mukmin
fil-hadist.
Selain dikenal dengan sebutan tersebut, maka banyak dari para ulama-ulama
lain yang datang kepada Imam Bukhari dengan bertujuan agar menuntut Ilmu
padanya. Mereka adalah: Muslim ibn al Hajjaj, At- tirmidi, Nasai, Ibn
khuzaimah, dan Abu Daud.
[1]
Subhi al-Shalih, “Ulumul hadist wa Musthaluhu” (Beirut: Dar al’ilmi li
al Malayyin, 1997). Hlm. 24.
[2]
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Al-sunnah Qabla At-tadwin (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1963). Hlm. 337.
[3] Hasby
As-syddieqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist (Jakarta: Bulan Bintang,
1980). Hlm. 105.
[4]
Muhammad ‘Ajaj Al-khatib, Usul Al-hadis ‘Ululuhu wa Musthalahu (Damaskus:
Dar-Fikr, 1975). Hlm. 309.
No comments:
Post a Comment