Yusuf Qardhawi (Fukaha Mesir) dalam
talkshow Syariah dan Kehidupan pernah menegaskan bahwa Mekah adalah meridium
utama dan menjadi titik keselarasan magnetis sempurna. Hal ini juga dikuatkan
oleh beberapa temuan ilmuwan Arab. Abdul Basyit dari Pusat Penelitian Nasional
Mesir yang mengatakan bahwa tidak ada gaya magnet di Mekkah.“Itu sebabnya jika
seseorang tinggal di sana atau melakukan perjalanan di sana, orang akan lebih
sehat karena tak dipengaruhi magnet bumi,” katanya seperti dikutip Telegraph.
Dari kajian yang dilakukan ilmuwan
muslim, terungkap fakta mengejutkan tentang keistimewaan kota Makkah, bila
ditilik dari sudut ilmu geografi (ilmu bumi) dan geologi (ilmu tanah).
Sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Dr Husain Kamaluddin, seorang dosen ilmu
ukur bumi, telah membuktikan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya,
penelitian itu bertujuan untuk menemukan suatu cara yang bisa membantu seorang
muslim untuk memastikan lokasi kiblat, dari tempat manapun di dunia. “Kami
katakan di dalam bumi, bukan di atas bumi, karena atmosfer mengikuti planet
bumi. Dengan demikian manusia selalu berada di dalam bumi, kecuali bila ia
terbang ke luar angkasa,” tutur Dr Husain mengawali penjelasan ilmiahnya.
Namun di tengah risetnya, pria ini
seperti menemukan durian runtuh. Betapa tidak, ia berhasil mengungkap fakta
yang seharusnya dapat memecahkan polemik ratusan tahun tentang pusat planet
bumi. Bersama timnya, ilmuwan Mesir ini mendapati Makkah sebagai pusat bagi
seluruh benua yang ada di bumi. Pada mulanya ia menggambar peta bumi untuk
memastikan arah kiblat dari berbagai tempat. Setelah menggambar benua-benua
berdasarkan jarak setiap tempat yang ada di keenam benua serta lokasinya dari
Kota Makkah al-Mukarramah, ia memulai menggambar garis-garis sejajar hanya
untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang. Pada penelitian
pertama ini, ia sudah menemukan fakta bahwa Makkah adalah pusat bumi, karena
kota suci tersebut menjadi titik pusat garis-garis itu!
Dr Husain yang saat itu menjadi Kepala Bagian Ilmu Ukur Bumi di Universitas Riyadh Saudi Arabia, kemudian membuat garis-garis benua dan segala perinciannya untuk kepentingan risetnya. Pekerjaannya terbantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak valid dan variasi-variasi berbeda, serta banyak hal lainnya. Ia kagum terhadap apa yang ia temukan, bahwa Makkah memang benar-benar pusat bumi.
Ia berhasil membuat lingkaran detail
dengan Makkah sebagai pusatnya. Garis-garis luar lingkaran itu berada di luar
benua-benua, sedangkan keliling garisnya berputar bersama garis luar
benua-benua itu. Dalam riset ini, Dr Husain bersama timnya berhasil menemukan
salah satu hikmah ilahiah: mengapa Makkah al-Mukarramah dipilih sebagai tempat
bagi baitullah! (Majalah al-‘Arabi, edisi 237, Agustus, 1970)
kajian lapisan bumi serta geografi
yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama dengan
penemuan tim Dr Husain di tahun 70-an itu. Telah menjadi teori yang mapan
secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang
panjang bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan
ini terus- menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah.
Studi ilmiah yang menghasilkan teori
itu memang dilaksanakan untuk tujuan berbeda, bukan dimaksud untuk membuktikan
bahwa Makkah adalah pusat dari bumi. Namun studi yang diterbitkan di dalam
banyak majalah sains di Barat itu, dengan sendirinya turut menegaskan bahwa
pusat planet bumi adalah kota suci umat Islam, Makkah al-Mukarramah.
Subhanallah!
Sejumlah pakar Islam di bidang
geologi dan ilmu syariah mulai mengkampanyekan persamaan waktu dunia dengan
merujuk waktu Makkah al-Mukarramah. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mengganti persamaan waktu Greenwich
(GMT) yang selama ini digunakan banyak penduduk dunia. Menurut sejumlah kajian
ilmiah, Makkahlah yang seharusnya menjadi pusat bumi.
Persoalan tersebut muncul dalam
Konferensi Ilmiah bertajuk “Makkah Sebagai Pusat Bumi, antara Teori dan
Praktek”. Konferensi yang diselenggarakan di ibukota Qatar, Dhoha pada
tahun ini (2009) menyimpulkan tentang acuan waktu Islam berdasarkan kajian
ilmiah yakni Makkah. Konferensi juga menyeru pada umat Islam agar mengganti
acuan waktu dunia yang selama ini merujuk pada Greenwich.
Konferensi juga dihadiri oleh Syaikh
Dr Yusuf al-Qaradhawi, dan juga sejumlah pakar geologi Mesir seperti Dr Zaghlul
Najjar, dosen ilmu bumi di Wales University di Inggris, serta Ir Yaseen Shaok,
seorang saintis yang mempelopori jam Makkah. Dr Qaradhawi dalam kesempatan itu
menyampaikan dukungannya agar umat Islam dan juga dunia menggunakan acuan waktu
Makkah sebagai acuan waktu yang sejati, karena Makkah adalah pusat bumi. “Kami
menyambut kajian ilmiah dengan hasil yang menegaskan kemuliaan kiblat umat
Islam. Meneguhkan lagi teori bahwa Makkah merupakan pusat bumi adalah sama
dengan penegasan jati diri keislaman dan menopang kemuliaan umat Islam atas
agama, umat dan peradabannya,” jelas Qaradhawi yang juga ketua Asosiasi Ulama
Islam Internasional itu.
Terkait Makkah sebagai pusat bumi,
Dr Zaghlul Najjar mengamini penelitian saintifik yang dilakukan oleh Dr Husain
Kamaluddin di atas, bahwa ternyata Makkah Mukarramah memang menjadi titik pusat
bumi. Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Egyptian Scholars of The
Sun and Space Research Center yang berpusat di Kairo itu, melukiskan peta dunia
baru, yang dapat menunjukkan arah Makkah dari kota-kota lain di dunia. Dengan
menggunakan perkiraan matematik dan kaidah yang disebut “spherical triangle”.
Dr Husain menyimpulkan kedudukan Makkah betul-betul berada di tengah-tengah
daratan bumi. Sekaligus membuktikan bahwa bumi ini berkembang dari Makkah.
No comments:
Post a Comment